Iklan adalah salah satu komponen marketing mix yang umum
dilakukan oleh perusahaan. Bahkan kegiatan iklan dianggap sangat penting
jika ingin produknya sukses di pasar. Tak heran setiap tahun, bahkan
tiap launching produk baru, perusahaan menghabiskan ratusan
juta bahkan miliaran rupiah untuk pengeluaran biaya iklan. Kondisi
persaingan yang semakin ketat membuat biaya ini bertambah tiap tahunnya.
Perusahaan berlomba-lomba membuat iklan untuk membangun posisi yang
menguntungkan di pasar.
Tiada hari tanpa iklan. Itulah gambaran
saking banyaknya iklan yang muncul di televisi. Setiap jam, setiap acara
selalu dipenuhi tayangan iklan. Iklan di televisi sekarang sudah
memasyarakat, bahkan cenderung membius. Jika melihat pengaruhnya, dampak
iklan itu sendiri bisa positif maupun negatif tergantung siapa
audiensnya. Iklan memang dapat mempengaruhi perilaku konsumen terhadap
merek yang diiklankan. Pengaruh iklan pada perilaku konsumen ini sangat
variatif, mulai dari mendorong konsumen untuk mencari produk yang
dimaksud sampai dengan mendorong orang yang sebelumnya tidak loyal
menjadi loyal.
Berkaitan
dengan pengaruh iklan terhadap perilaku konsumen, SurveyOne telah
melakukan survei mengenai pengaruh iklan/promo terhadap keputusan
konsumen dalam membeli merek/produk. Survei yang melibatkan 1.800
responden ini menunjukkan adanya pengaruh iklan terhadap keputusan
konsumen dalam membeli merek/produk. Sebanyak 37,6% responden
menyatakan, pengaruh iklan dalam perilaku pembelian adalah besar dan
sangat besar.
Sayangnya, lebih banyak lagi responden yang
menganggap pengaruh iklan terhadap keputusannya dalam membeli
merek/produk biasa saja atau bahkan kecil. Sekitar separuh responden
merasa biasa saja, sedangkan 7% responden lainnya mengatakan kecil
pengaruhnya. Ini tentunya merupakan tantangan bagi para advertiser untuk membuat iklan yang bisa mempengaruhi perilaku konsumen. Dalam arti, bisa membuat iklan yang efektif.
Untuk
menghasilkan iklan yang efektif sekaligus bisa “membius” publik,
tentunya dibutuhkan strategi perancangan yang matang. Bukan cuma
tampilan fisik atau visual yang “wah”, tapi juga mampu mengomunikasikan
pesan atau message yang tersembunyi. Artinya, mampu memadukan
pesan yang eksplisit dengan pesan yang implisit. Di sinilah, dibutuhkan
strategi cerdas dan bijak agar pesan yang dikedepankan bisa ditangkap
dalam durasi waktu tertentu, untuk strata sosial dan usia yang
bervariasi.
Jika dilihat dari sisi umur responden, anak muda
gampang terpengaruh iklan. Dan kecenderungannya, semakin tua umurnya,
semakin kecil pengaruh iklan terhadap keputusannya dalam membeli
merek/produk. Kemudian, jika dilihat dari SES, semakin tinggi level SES,
semakin kuat pula pengaruh iklan terhadap keputusannya dalam membeli
merek/produk. Kecenderungan ini lebih disebabkan oleh faktor daya beli.
Gambaran perilaku ini hampir sama dengan gambaran perilaku pembelian yang dipengaruhi aktivitas promosi berupa sampling product. Sebanyak 39,5% responden mengatakan bahwa sampling product
berpengaruh besar dan sangat besar terhadap keputusannya dalam membeli
merek/produk. Sementara hampir 60% mengatakan pengaruh sampling terhadap
perilaku pembeliannya dianggap biasa saja atau kecil.
Lalu,
bagaimana dengan pengaruh iklan yang dianggap menyebalkan? Apakah iklan
yang menyebalkan itu menjadikan konsumen lantas tidak mau membelinya?
Hasil survei memang menunjukkan ada konsumen yang tidak akan membeli
merek/produk yang iklannya dianggap menyebalkan, yakni 28,8% responden.
Kendati demikian, masih lebih besar jumlah konsumen yang tetap akan
membeli meski iklan merek tersebut kendati dianggap menyebalkan,
sebagaimana dikemukakan oleh 71,2% responden. Malahan, terkadang justru
iklan yang menyebalkan ini gampang diingat oleh konsumen.
sumber : http://www.marketing.co.id/pengaruh-iklan-terhadap-perilaku-pembelian/
sumber : http://www.marketing.co.id/pengaruh-iklan-terhadap-perilaku-pembelian/
0 komentar:
Posting Komentar